Tampilkan postingan dengan label menulis. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label menulis. Tampilkan semua postingan

Selasa, 15 Juli 2025

Dibalik Angka, Janji, dan Luka Lama yang Bernama Kesenjangan

Indonesia bukan negara yang kekurangan pertumbuhan. Ia tumbuh, seperti pohon tua yang menjulang di tengah ladang gersang. Tapi dari akar hingga dahan, tak semua mendapat cahaya dan air yang sama.

Di balik pidato tentang stabilitas dan data yang dirapikan, tersembunyi kenyataan yang terus berulang: segelintir tumbuh terlalu tinggi, sementara mayoritas dipaksa puas menjadi akar yang tak pernah menyentuh langit. Mereka yang tumbuh terlalu tinggi itu bukan semata pekerja keras biasa mereka adalah bagian dari struktur kekuasaan ekonomi-politik yang makin mengeras yaitu oligarki.

Satu Persen Menggenggam, Sembilan Puluh Sembilan Persen Bertahan. Laporan dari Credit Suisse dan Oxfam menyebutkan bahwa lebih dari 45% kekayaan nasional dikuasai oleh hanya 1% populasi Indonesia. Bahkan dalam daftar orang terkaya Indonesia, kekayaan satu konglomerat bisa setara dengan gabungan pengeluaran berjuta-juta warga kelas pekerja. Ini bukan sekadar ketimpangan ekonomi, ini adalah distribusi kuasa.

Di negeri ini, konglomerasi bukan sekadar bisnis, melainkan jaring laba-laba yang membungkus politik, media, hingga regulasi. Mereka mendanai pemilu, menyusun narasi publik, bahkan menekan arah kebijakan agar berpihak pada kelangsungan bisnis mereka, bukan kelangsungan hidup rakyat.

Hukum yang bisa dibeli, dan keadilan yang bisa diatur. Dalam struktur negara yang sehat, hukum adalah penyeimbang kekuasaan. Tapi dalam sistem yang dikuasai oligarki, hukum adalah alat. Ia tajam ke bawah, tegas pada pencuri ayam, keras kepada pedagang kecil. Tapi tumpul ke atas, lembek kepada pelanggar HAM, koruptor, dan penyeleweng pajak.

Kita menyaksikan korupsi triliunan yang berakhir dengan hukuman ringan atau bahkan bebas bersyarat. Kita melihat kasus-kasus hukum besar menguap di udara, atau berakhir dengan "restorative justice" yang tak pernah tersedia untuk rakyat miskin. Sementara itu, petani yang mempertahankan tanahnya, buruh yang menuntut upah, atau aktivis yang bersuara kritis diintimidasi, dikriminalisasi, bahkan dipenjara.

Di sini kita paham: hukum bukan lagi alat keadilan, tapi kadang justru alat bagi kekuasaan.

Pertumbuhan yang disandera Elit dapat dilihat dari Gini Ratio Indonesia yang naik ke 0,381 pada September 2024, di tengah klaim pertumbuhan ekonomi, menunjukkan bahwa pertumbuhan itu semakin eksklusif. Kelas menengah yang dulu digadang-gadang sebagai penyangga demokrasi, kini justru menyusut. Dari 60 juta menjadi hanya 47 juta dalam enam tahun terakhir. Mereka tersingkir pelan-pelan, tergantikan oleh struktur ekonomi yang dikendalikan oleh segelintir grup besar. Ketika lapangan kerja didominasi kongsi-kongsi elite, dan UMKM hanya dijadikan alat pencitraan politik, maka keseimbangan struktural mustahil tercipta.

Filosofi Keadilan yang Hilang

Pertanyaan filosofis pun muncul:

Apakah arti demokrasi, jika suara hanya bisa dibeli?

Apakah arti keadilan, jika hanya untuk yang berpunya?

Dan apa arti kemajuan, jika hanya memanjakan mereka yang sudah di atas?

Indonesia hari ini seperti rumah mewah dengan atap bocor. Dari luar tampak gagah, dari dalam tak nyaman dihuni dan ironisnya, yang membangun rumah itu justru tak diizinkan tinggal di dalamnya.

Bangsa Ini Perlu Ditegakkan, Bukan Sekadar Dikelola. Kita tak butuh lebih banyak janji. Kita butuh nyali untuk memutus lingkaran setan oligarki, untuk membalik sistem ekonomi-politik yang selama ini bekerja bukan untuk rakyat, tapi untuk para pemilik modal.

Kita perlu:

Reformasi hukum yang benar-benar independen dari kuasa ekonomi-politik.

Pemisahan nyata antara konglomerasi dan negara.

Distribusi kekayaan yang adil, dengan pajak progresif dan perlindungan sektor riil.

Pekerjaan bermartabat dan jaminan sosial universal untuk memperkuat kelas menengah sebagai penyangga demokrasi.

Media dan pendidikan yang tidak tunduk pada sponsor dan kekuasaan, tapi berpihak pada kebenaran dan rakyat.

Menuju Negara yang Adil, Bukan Sekadar Aman

Kita telah terlalu lama terjebak dalam ilusi bahwa pertumbuhan adalah solusi segala masalah. Tapi kenyataannya, tanpa keadilan dan pemerataan, pertumbuhan hanya melanggengkan dominasi segelintir orang atas yang lain.

Negara ini tidak boleh diwariskan pada segelintir elite yang bisa membeli hukum dan menggenggam kebijakan.

Negara ini harus dibangun kembali: dari suara rakyat, untuk kepentingan rakyat, demi masa depan rakyat.

Karena kemerdekaan sejati bukanlah berdiri di bawah bendera,

tetapi berdiri dengan kepala tegak di hadapan hukum yang adil, ekonomi yang manusiawi, dan negara yang tak bisa dibeli.


Bandung, 12 Juli 2025

Tulisan diambil dari grup WA NPA yang ditulis oleh Dwi Guna Mandhasiya

Selasa, 24 Juni 2025

Indonesia: Mata Rantai Utuh

Indonesia, dengan segala tantangannya, berdiri di ambang perubahan besar. Kesadaran kolektif bangsa ini adalah awal dari sebuah kebangkitan yang tak bisa lagi dibendung. Di tengah keterpurukan ekonomi dan penindasan sosial, muncul bibit-bibit perlawanan yang tak hanya berakar pada rasa sakit, tetapi juga pada harapan yang mengakar kuat.

Keunikan perjuangan Indonesia terletak pada keberanian untuk melawan tanpa dukungan modal besar, tanpa perlindungan tuan tanah lokal, dan tanpa sistem pendidikan yang memadai. Tetapi, justru inilah yang menjadi kekuatannya. Keberanian itu lahir dari kesadaran bahwa bangsa yang tertindas harus menggantungkan masa depannya pada tekad dan kebersamaan.

Di balik semua tantangan itu, sejarah mencatat bahwa tanah ini telah melahirkan pemikir-pemikir besar, tokoh-tokoh intelektual yang menjadi obor di tengah gelapnya penjajahan. Mereka mengingatkan bangsa ini akan satu hal: kemerdekaan bukanlah hadiah dari penjajah, tetapi sesuatu yang harus direbut dengan perjuangan.

Sebuah perlawanan yang dimulai dari kebangkitan rakyat kecil—petani yang dirampas tanahnya, buruh yang diperas tenaganya, dan pedagang kecil yang tergusur dari pasar—mulai menjelma menjadi sebuah gelombang besar. Gelombang yang menyatukan lintas golongan, lintas suku, dan lintas agama.

Indonesia yang dulu dianggap mata rantai terlemah, kini berubah menjadi bara perjuangan yang menyala. Setiap langkah maju bangsa ini menjadi ancaman bagi imperialisme, dan setiap kesadaran baru yang tumbuh di hati rakyatnya adalah tamparan bagi sistem penjajahan yang sudah rapuh.

Kebangkitan Asia adalah kisah yang baru dimulai, dan Indonesia akan menuliskan bab-bab terpentingnya. Bangsa ini akan menunjukkan kepada dunia bahwa kemerdekaan bukan sekadar impian, tetapi sebuah hak yang diperjuangkan dengan darah, air mata, dan pengorbanan.

Di ujung jalan ini, kemerdekaan bukan hanya untuk Indonesia. Gelora perjuangan ini akan menginspirasi bangsa-bangsa Asia lainnya untuk bangkit dari belenggu yang sama. Dan ketika saat itu tiba, sejarah akan mengingat Indonesia bukan hanya sebagai sebuah bangsa yang merdeka, tetapi juga sebagai pemantik kebangkitan dunia Timur.

Indonesia tidak lagi menjadi mata rantai terlemah. Indonesia telah menjadi mata rantai yang memutus belenggu penjajahan!

Senin, 23 Juni 2025

Indonesia: Ayo Bangkit dari Rantai Keterpurukan

Tulisan ini dibuat dalam konteks situasi dunia sedang terjadi perang Israel yang menyerang Iran, kemudian dibalas dengan rudal hipersonik yang mengagetkan dunia. Pertahanan Israel yang digembar-gemborkan itu, ternyata koyak oleh serangan balasan Iran yang selama ini dipikir lemah.

Melihat kekuatan ini, membangkitkan banyak pihak kelompok Islam. Mereka menyaksikan, Iran dapat mengambil tongkat estafet keberanian menyerang Israel secara langsung. Negara yang selama ini seolah-olah bisa leluasa bertindak dengan menyerang seenaknya. Terutama terhadap Palestina, yang sudah "tidak berdaya"...

Kondisinya, mirip meski dalam konteks yang berbeda ketika Jepang memegang panji kebangkitan Asia, yang memberikan semangat negara-negara Asia bangkit melawan negara penjajah. Ketika itu, tahun 1940-an, Asia sedang menggeliat. Satu demi satu, bangsa-bangsa yang terbelenggu di Timur mulai menggugat kebebasan. Namun, tak seorang pun dapat memastikan kapan dan di mana bendera kemerdekaan akan pertama kali berkibar. Bagi mereka yang menelisik dalam-dalam persoalan ekonomi, politik, dan sosiologi Timur, jelaslah bahwa Indonesia adalah mata rantai terlemah dalam belenggu panjang imperialisme. Di sinilah, benteng penjajahan Barat pertama-tama bisa dijebol.

Imperialisme Belanda, yang sudah tua dan usang, berdiri di atas pondasi yang rapuh dibandingkan dengan Inggris atau Amerika. Jarak yang membentang luas antara negeri Belanda dan tanah jajahannya di Indonesia mempertegas jurang ini. Negeri Belanda, tanpa sumber daya alam yang cukup untuk industrinya sendiri, mengandalkan hasil bumi Indonesia sejak dahulu kala. Ironisnya, pusat ekonomi yang menopang kehidupan Belanda sebenarnya berada di Indonesia, sementara para bankir, pengusaha, dan pedagang besar tinggal di tanah Eropa.

Di sinilah paradoks muncul. Antara penjajah dan yang terjajah terbentang perbedaan besar—bangsa, agama, bahasa, hingga adat istiadat. Di dalam struktur imperialisme yang mencengkeram dunia kala itu, hubungan antara Indonesia dan Belanda adalah sesuatu yang luar biasa. Kaum pribumi di Indonesia hampir sepenuhnya terpinggirkan dari dunia modal. Tidak ada lapisan pengusaha bumiputra yang kuat untuk menjadi perantara, apalagi sekutu, bagi imperialisme Belanda dalam mempertahankan kekuasaan ekonominya.

Berbeda dengan negara-negara lain seperti Mesir, India, atau Filipina, Indonesia tidak memiliki tuan tanah lokal yang signifikan. Mereka yang pernah ada kini hanyalah bayang-bayang—menjadi buruh, kuli, atau bahkan sekadar pekerja tinta di balik meja. Kaum pedagang besar, menengah, hingga kecil dikuasai oleh bangsa-bangsa lain seperti Eropa, Tionghoa, dan Arab. Sementara itu, lapisan menengah pribumi nyaris lenyap, terkikis oleh masuknya barang-barang pabrik dari Eropa.

Kunci

Pendidikan, salah satu jalur penting menuju kemajuan, sengaja diabaikan oleh penguasa Belanda. Dengan intelektual yang terbatas, upaya membangun kekuatan ekonomi pribumi hampir mustahil. Tidak ada kaum saudagar atau pemodal lokal yang bisa menopang pembangunan industri pribumi, meskipun mereka ada sekalipun. Akibatnya, jalan parlementer yang diimpikan oleh berbagai partai nasional menjadi sia-sia belaka.

Bagaimana mungkin “bapak gula” dan “nenek minyak” di Belanda menyerahkan hak pilih kepada rakyat Indonesia yang mayoritas petani dan buruh miskin? Sistem pemerintahan yang tunduk pada modal asing takkan pernah diakui sebagai pemerintahan dari rakyat dan oleh rakyat.

Realitas ini menunjukkan bahwa Indonesia pada saat itu tidak memiliki faktor ekonomi, sosial, atau intelektual yang cukup kuat untuk melepaskan diri dari imperialisme Belanda. Impian akan kebebasan melalui jalur parlementer hanyalah ilusi, lamunan yang sia-sia.

Namun, bukan berarti harapan itu hilang selamanya. Justru dari kesadaran akan ketimpangan dan ketidakadilan inilah api perjuangan menyala. Bangsa Indonesia mulai menyadari bahwa hanya dengan melawan—menantang kekuatan imperialisme di medan juang—kemerdekaan yang hakiki dapat diraih.

Asia sedang bangkit, dan Indonesia adalah ujung tombak perjuangan itu.

Sabtu, 21 Juni 2025

Memo Itu Menyelamatkan Nyawa


Katharine Gun adalah penerjemah bahasa Mandarin di Government Communications Headquarters (GCHQ) Inggris. 

Di balik kesunyiannya itu, dia menyaring ribuan koridor elektronik.

Dia menerjemahkan, menyusun, dan memahami rahasia negara.

Tapi pada 31 Januari 2003, hidupnya berubah selamanya ketika memo Top Secret//COMINT//X1 dari National Security Agency (NSA) AS tiba di antarmukanya .

Selama ini, Katharine menjalaninya sebagai rutinitas biasa: bangun pagi, meneguk kopi, lalu menyelami dokumen intelijen. 

Namun, pagi yang dingin itu, sebuah pesan dari Frank Koza, Kepala Staf Pertahanan Regional NSA, terkuak: NSA dan GCHQ diminta melakukan operasi spionase rahasia untuk memanipulasi suara anggota Dewan Keamanan PBB; Angola, Bulgaria, Kamerun, Chili, Guinea, dan Pakistan, agar mendukung resolusi perang Irak. 

“It was quite cold that Friday morning… I felt quite excited—no, more shocked than anything else,” kenang Katharine, saat mengetahui operasi ilegal itu .

Hatinya bergejolak. Ia selalu percaya bahwa intelijen seharusnya hanya mengumpulkan fakta, bukan menghancurkan kedaulatan diplomatik. 

Ia merenung: jika publik tahu bahwa Presiden AS George Bush dan Perdana Menteri Inggris Tony Blair diam-diam menekan suara-suara penentang dengan cara kotor, mungkin invasi itu bisa dicegah. 

“What I hoped,” ujarnya kemudian, “was that people would see what was happening and be so disgusted that nobody would support the war in Iraq… And I even hoped that the US general public would somehow realize that they were being dragged hook, line, and sinker into the war”.

Keputusan moral itu tiba-tiba—segera setelah membaca memo, Katharine menyelinapkan selembar salinan ke dalam tas tangan. 

Dia mencari satu orang yang bisa dia percaya untuk meneruskan pesan itu: teman karibnya—sebut saja “Jane” — yang diketahui memiliki koneksi ke jurnalis investigasi. 

Tanpa ragu, Katharine mengirim memo itu melalui email, berharap anonimitasnya terjaga .

Memo itu berpindah tangan dengan cepat. Jane menyerahkan naskahnya kepada wartawati Yvonne Ridley, yang menandainya sebagai dokumen otentik dan menghubungi Martin Bright, editor The Observer. 

Setelah tiga minggu verifikasi yang penuh gentar, termasuk usaha membuktikan keaslian serta mempertimbangkan potensi risiko hukum, The Observer mempublikasikan seluruh memo Koza pada 2 Maret 2003 itu. 

Editor Bright kemudian mengakui, “More of a concern to us was that we would be joined in the prosecution. To publish is an offence under the Official Secrets Act as well … So they preferred to take on the little guy—in this case, little woman—rather than us big guys” .

Keesokan harinya, panggilan dari GCHQ datang. Katharine ditanyai di departemen keamanan, lalu diserahkan ke polisi Metropolitan. 

Di ruang tahanan Cheltenham, ia digelandang tanpa gelang dan diborgol, merasakan dinginnya sel beton. 

Ia pun memutuskan untuk jujur: _“I have only ever followed my conscience,” tegasnya. 

Dia mengaku pembocoran memo demi menghentikan perang ilegal yang akan merenggut ribuan nyawa sipil dan tentara Inggris .

Proses peradilan berlangsung dramatis. Tim pembela dari organisasi hak asasi Liberty mengajukan “Advance Notice of Defence Statement” yang menuntut pengungkapan dokumen pendukung pandangan bahwa perang Irak tanpa resolusi baru PBB melanggar hukum internasional . 

Saat itulah pemerintah terjepit, membuka kemungkinan terbongkarnya nasihat hukum Lord Goldsmith tentang legalitas invasi. 

Enam hari sebelum persidangan di Old Bailey, jaksa memutuskan menghentikan kasus tanpa penjelasan resmi. 

Ruang sidang sunyi sesaat, lalu bergemuruh sorak sorai ketika Katharine keluar .

Keputusan itu menghindarkan pemerintah dari aib besar. Seandainya sidang berlanjut, legalitas perang dan kebebasan pers akan diuji tuntas dengan risiko bocornya dokumen rahasia tertinggi, termasuk surat menyurat Blair–Bush. 

Sir Menzies Campbell menyatakan, “Dropping the charges will avoid severe government embarrassment … It is even possible that the full text of the attorney general’s advice to the cabinet might have been published at last.”

Dampaknya meluas ke ranah politik Inggris dan AS. 

Di Inggris, kepercayaan publik terhadap Tony Blair merosot tajam. Momentum ini memberikan kontribusi pada kejatuhan pemerintahnya. 

Di AS, media mulai mempertanyakan narasi WMD dan melahirkan gerakan pemeriksaan ulang keputusan invasi. 

Laporan Chilcot 2016 akhirnya menyimpulkan bahwa invasi itu “tidak sah” dan “berdasarkan intelijen yang dipertanyakan” . 

Dalam debat panjang tentang legalitas perang, kasus Katharine Gun menjadi simbol penting konflik antara keamanan nasional dan hak publik untuk mengetahui kebenaran.

Katharine Teresa Harwood tumbuh sebagai “third-culture kid.”.

Masa kecilnya dihabiskan di Taiwan. Dia menguasai Bahasa Mandarin tanpa aksen asing sebelum melanjutkan pendidikan di Morrison Academy, AS. Kemudian dia mengajar selama dua tahun di pedesaan Jepang, memperkaya wawasan lintas budaya dan mematangkan etos kerjanya. 

Keahliannya dalam bahasa Mandarin dan pengetahuan lintas budaya mempersiapkannya menjadi salah satu penerjemah paling handal di Government Communications Headquarters (GCHQ), di mana ia menangani komunikasi intelijen tingkat tinggi antara NSA dan pemerintah Inggris . 

Pada 4 Januari 2001, Katharine menandatangani dokumen Official Secrets Act sebagai syarat bergabung dan melewati serangkaian tes keamanan serta kemahiran bahasa yang ketat sebelum resmi menjadi penerjemah di Cheltenham pada usia 26 tahun . 

Selama proses rekrutmen, ia juga menjalani pekerjaan sementara guna mendukung hidupnya di Inggris barat daya, termasuk mengajar bahasa dan pekerjaan serabutan lainnya . Di Cheltenham, Katharine menetap bersama suaminya, Yasar, imigran Turki yang menjalankan sebuah kafe di dekat markas GCHQ, saling mendukung dalam kehidupan yang tenang namun penuh tantangan

Kisah Katharine menegaskan peran pers sebagai penegak akuntabilitas. Tanpa Observer, operasi NSA itu mungkin tetap tersembunyi. Kebebasan pers menguat, whistleblower lain terinspirasi oleh keberaniannya. 

Julukan “moral compass” pun melekat padanya.  Katharine rela mengorbankan karier, kebebasan, dan rasa aman keluarga demi menyalakan lentera kebenaran di lorong kelam kekuasaan.

Setelah semua gegap gempita politik mereda, Katharine memilih hidup sederhana bersama suaminya, Yasar, di pedesaan Turki, mengajar bahasa Mandarin, dan menuntut ilmu etika global . Namun, suaranya tidak pernah padam: “I would do it again,” katanya, menegaskan komitmen bahwa pada momen kritis, hanya suara nurani yang dapat diandalkan .

Kisah Katharine Gun adalah pengingat abadi bahwa kebenaran, sekecil apa pun, memiliki kekuatan untuk mengguncang monolit kekuasaan. Dalam dilema antara ketaatan dan keadilan, ia memilih keberanian—dan mengubah jalannya sejarah.

Penulis: Edhy Aruman


RUJUKAN

Mitchell, M., & Mitchell, T. (2019). The spy who tried to stop a war: Katharine Gun and the secret plot to sanction the Iraq invasion. HarperCollins Publishers.

Jumat, 20 Juni 2025

Ahab di Tengah Samudra Konflik: Netanyahu, Iran, dan Obsesi yang Menenggelamkan


Herman Melville membuka Moby-Dick dengan kata-kata sederhana namun penuh makna: "Call me Ishmael." Sebuah undangan bagi pembaca untuk menyelami cerita epik yang penuh obsesi, dendam, dan kehancuran. Di tengah samudra yang luas, kita bertemu Kapten Ahab, seorang pria tua yang karisma dan kebenciannya menyatu menjadi nyala api. Dengan kapal Pequod, ia memimpin awaknya untuk memburu seekor paus putih raksasa bernama Moby Dick — makhluk yang baginya lebih dari sekadar binatang. Moby Dick adalah lambang kekuatan tak terlihat yang, dalam pandangan Ahab, mempermainkan penderitaan manusia.

Narasi ini dibawakan oleh Ishmael, seorang pelaut muda yang gelisah, mencari pelipur di lautan. Ia bergabung dengan awak Pequod bersama Queequeg, seorang harpuner eksotis dengan tato yang melingkupi tubuhnya. Hubungan mereka menjadi simbol persatuan manusia yang melampaui ras, agama, dan budaya. Ketika mereka berlayar, barulah sosok Ahab muncul, seorang kapten pincang dengan pandangan gelap dan suara yang mampu menundukkan hati setiap orang di sekitarnya.

Misi Ahab bukanlah perburuan paus biasa. Ia ingin mengalahkan Moby Dick untuk membuktikan bahwa manusia tidak sepenuhnya tunduk pada nasib. Tetapi obsesi itu perlahan menggerogoti dirinya, menjadikannya seorang tiran yang buta akan realitas. Beberapa, seperti Starbuck, perwira pertama yang religius dan rasional, berusaha mengingatkan Ahab bahwa kebencian terhadap sesuatu yang tidak dapat dimengerti adalah bahaya terbesar. Namun suara logika tenggelam di bawah badai dendam Ahab.

Moby Dick jarang muncul, tetapi kehadirannya merasuki setiap sudut cerita. Ia adalah dewa yang tenang dan tak terjangkau, simbol misteri alam semesta yang menolak untuk dijelaskan. Ahab membencinya karena paus itu adalah cerminan ketidakpastian, sesuatu yang tak bisa dikontrol atau dipahami. Dan kebencian itu membawa Pequod pada kehancuran. Setelah berbulan-bulan melaut, mereka akhirnya bertemu Moby Dick. Dalam tiga hari perburuan, paus itu menghancurkan kapal, membunuh awaknya, dan menyeret Ahab ke kedalaman laut. Hanya Ishmael yang selamat — terapung di atas peti mati Queequeg — untuk menjadi saksi dan penutur tragedi ini.

Kisah Ahab bukan sekadar cerita fiksi. Sosoknya kini menjelma dalam rupa perdana menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Sejak awal kariernya, Netanyahu menjadikan Iran sebagai "paus putih" geopolitik yang harus dikalahkan. Baginya, Iran adalah ancaman eksistensial: pengembang senjata nuklir, pendukung terorisme, penyebar kebencian. Di panggung dunia, ia berdiri seperti Ahab, memegang harpun diplomatik dan militer, menatap horison, siap menyerang.

Namun seperti Ahab, obsesi Netanyahu juga memiliki harga. Ketika Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober 2023, Netanyahu melihat kesempatan untuk memukul poros Iran: Gaza, Beirut, Damaskus. Tetapi respons Iran datang langsung — rudal dan drone menghujani Israel. Kota-kota seperti Tel Aviv dan Haifa kini menghadapi kekacauan yang tak pernah dibayangkan sebelumnya. Sirene berbunyi tanpa henti, ledakan menggetarkan tanah, rasa aman menghilang.

Netanyahu, seperti Ahab, melihat musuhnya sebagai entitas metafisik, bukan aktor rasional. Dalam kebenciannya, ia kehilangan kemampuan untuk membaca perubahan zaman, menyeret rakyatnya ke dalam konflik yang tidak lagi bisa dikendalikan. Sementara itu, dunia mulai mempertanyakan legitimasi Israel. Demonstrasi bermunculan di Barat, Mahkamah Pidana Internasional membuka penyelidikan, dan kepercayaan publik runtuh. Namun Netanyahu tetap teguh, percaya bahwa satu-satunya jalan keluar adalah dengan menusukkan harpun terakhir ke "paus putih" itu — Iran.

Dalam Moby-Dick, hanya Ishmael yang selamat. Ia adalah saksi yang selamat untuk menceritakan kisah kehancuran itu. Mungkin Ishmael di dunia nyata adalah rakyat Israel yang mulai bertanya: apakah semua ini sepadan? Atau mungkin Ishmael adalah dunia luar, yang mengamati tragedi ini dari kejauhan, mencatat, dan memperingatkan: hati-hati, jangan menjadi Ahab.

Melville memulai novelnya dengan kutipan dari Ayub: “Cuma aku yang bisa lolos agar aku bisa bercerita.” Tragedi besar meninggalkan satu saksi, bukan untuk menang, tetapi untuk menjadi penutur. Jika Netanyahu terus melangkah tanpa mendengar suara waras di sekitarnya, takdirnya bisa jadi tak berbeda dari Ahab: tenggelam bersama dendam yang tidak pernah bisa ditebus.

Rabu, 11 Juni 2025

Muhammad dari Najd: Suara dari Padang Pasir

Ini bukan kisah sesungguhnya manusia alim ini. Tulisan ini dibuat juga bukan untuk mengecilkan nama, yang kebetulan sama. 

Matahari menyentuh ufuk di atas tanah Najd, memantulkan cahaya keemasan di atas bukit-bukit pasir yang seolah diam tapi menyimpan kisah besar. Di tengah padang pasir itulah, seorang anak laki-laki kecil berjalan kaki pulang dari masjid dengan secarik kertas di tangannya. Namanya Muhammad bin Abdil Wahhab — dan tanpa ia sadari, langkah-langkah kecilnya akan menoreh sejarah besar yang masih terasa sampai hari ini.

Muhammad tumbuh di kota kecil bernama ‘Uyaynah, sebuah wilayah tenang di jazirah Arab. Ayahnya adalah seorang ulama. Sejak kecil, Muhammad terbiasa mendengar diskusi agama, membaca kitab-kitab klasik, dan mendalami tafsir serta fiqih. Tapi ada satu hal yang selalu membuat hatinya bertanya-tanya: Mengapa banyak orang yang menyembelih hewan di kuburan keramat? Mengapa mereka menggantung jimat dan minta perlindungan kepada benda-benda selain Allah?

“Apakah ini benar ajaran Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ?” tanyanya suatu malam kepada ayahnya.
Sang ayah terdiam sejenak, lalu berkata pelan, “Itulah tugas generasi kalian. Membersihkan agama ini dari segala kotoran yang telah lama menempel.”

Perkataan itu tertanam kuat di hati Muhammad. Ia pun semakin giat belajar. Setelah menguasai banyak ilmu di kampung halaman, ia memutuskan pergi merantau: ke Makkah, Madinah, hingga ke Basrah. Di setiap kota, ia menimba ilmu dari para ulama besar. Tapi yang paling ia cari bukan hanya ilmu, melainkan kebenaran yang murni. Tauhid yang asli. Islam yang seperti zaman Rasulullah ﷺ dan para sahabat.

Di Basrah, ia menyaksikan masyarakat yang memuja wali-wali, menggantungkan hidup pada kuburan, dan menganggap hal-hal mistis sebagai bagian dari ibadah. Muhammad tertegun.

“Ini bukan Islam. Ini bukan ajaran Rasulullah,” bisiknya dalam hati.

Ia pulang ke kampung dengan semangat yang membara. Ia ingin mengubah umat.

Tapi perubahan bukan sesuatu yang disukai semua orang. Ketika ia mulai berdakwah, mengajak masyarakat untuk meninggalkan syirik, membakar jimat, dan berhenti meminta kepada kuburan, banyak orang marah. Para tokoh adat dan orang-orang yang diuntungkan oleh praktik syirik itu merasa terancam. Muhammad diusir, difitnah, bahkan nyawanya beberapa kali terancam.

Namun Muhammad tidak menyerah. Ia tahu jalan ini berat. Tapi jika bukan dia, lalu siapa lagi?

Di tengah masa-masa sulit itu, Allah mempertemukannya dengan seorang pemimpin daerah bernama Muhammad bin Su’ud, penguasa Dir’iyyah. Keduanya bersepakat: sang pemimpin akan mendukung dakwah Muhammad, dan Muhammad akan membimbing dengan ilmu. Dari sinilah gerakan dakwah yang kuat dan terorganisir lahir. Mereka menyebarkan ajakan tauhid ke seluruh wilayah Arabia.

Gerakan ini kelak dikenal sebagai Gerakan Dakwah Salafiyah. Tapi sayangnya, banyak orang salah paham. Ada yang menuduh ajarannya keras, terlalu kaku, bahkan menganggapnya membuat agama baru. Tapi jika kita mau membaca sendiri kitab-kitabnya, seperti Kitabut Tauhid, kita akan tahu: yang ia ajarkan hanyalah ajakan kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah, sebagaimana pemahaman para sahabat.

Bayangkan, betapa beratnya hidup menjadi orang yang ingin mengubah dunia. Tapi itulah keberanian. Itulah makna dakwah.

Asy-Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab wafat di usia tua, setelah menyaksikan dakwahnya tersebar, meski belum seluruhnya diterima. Tapi hari ini, jutaan orang di seluruh dunia membaca karya-karyanya, mendengar namanya, dan mengamalkan ilmunya.

Dan kamu, anak muda yang sedang membaca ini…
Tahukah kamu bahwa perubahan besar seringkali dimulai dari seseorang yang berani berbeda?

Asy-Syaikh Muhammad tak hanya menyampaikan dakwah, tapi menunjukkan bahwa kita semua bisa memilih jalan yang benar — meski sulit, meski sunyi, meski penuh tantangan.

Jadi, pertanyaannya sederhana:

Apakah kamu akan menjadi bagian dari orang-orang yang berani menjaga kemurnian agama ini… atau hanya diam dan mengikuti arus yang menyesatkan?

pertanyaan ini pun perlahan lewat dan diam-diam menghilang ditelan suara keheningan malam 

Jumat, 02 Mei 2025

Apa hal kecil yang pernah membuatmu sangat bahagia?

 Mari kita ikuti latihan untuk menjadi penulis hebat. Hari ini, bisa dimulai dengan menjawab pertanyaan ini. Pertanyaan ini sekedar untuk memancing dan membantu kamu untuk berlatih menulis.

Apa hal kecil yang pernah membuatmu sangat bahagia?

Ini adalah contoh pertanyaan sederhana, tapi punya potensi besar untuk menghasilkan tulisan yang menyentuh, otentik, dan penuh makna. Banyak penulis pemula merasa harus punya pengalaman "besar" untuk ditulis—padahal justru hal-hal kecil dan personal bisa jauh lebih kuat karena lebih relatable.

💡 Kenapa Pertanyaan Ini Kuat?

Karena:

  • Hal kecil biasanya jujur, tidak dibuat-buat.

  • Setiap orang punya versi jawabannya sendiri.

  • Bisa menggali emosi bahagia, syukur, haru, bahkan nostalgia.

✍️ Tips Menulis dari Pertanyaan Ini

1. Fokus pada satu momen kecil saja

Jangan mencoba menceritakan semua kebahagiaan sekaligus. Ambil satu hal sederhana, misalnya:

  • Senyuman orang tua.

  • Aroma masakan.

  • Jalan kaki sore sambil dengar lagu favorit.

  • kebiasaan ayah disaat sarapan di meja makan.

  • kebiasaan ibu saat waktu makan.

✅ Fokus = "Momen minum teh bersama ibu di sore hari."
❌ Tidak fokus = "Semua momen bahagia sejak kecil sampai sekarang."


2. Gunakan detail inderawi (apa yang kamu lihat, dengar, cium, rasa)

Biar pembaca bisa “masuk” ke dalam momenmu.

Contoh:
"Aku mencium aroma daun pandan yang baru ditumbuk. Ibu mengaduk adonan kue lumpur sambil bersenandung kecil."

           "Tak terasa, air liur sudah mulai mengalir, disaat aroma rendang mengular kemana-mana." 

3. Tulis seperti kita sedang bercerita ke teman dekat

Hindari bahasa yang terlalu formal atau berjarak. Gunakan gaya yang hangat, personal. Atau kalau perlu, dengan ungkapan bahasa daerah yang menjadi kekuatan dalam komunikasi personal dan kedekatan.

📝 Contoh Tulisan Pendek (Dikembangkan)

Hari itu hujan deras. Aku duduk di dapur, menggenggam gelas teh hangat yang ibu buat lima menit lalu. Meja kayu tua berderak sedikit saat aku mekan siku ke meja, lalu aku bersandar di kursi kayu yang umurnya mungkin sama tuanya dengan meja kayu ini. Ibu diam-diam menyelipkan biskuit ke piring kecilku, seperti biasa. Sementara di luar, suara hujan bercampur dengan desis air mendidih dari ceret saling bersilangan. Rasanya dunia berhenti sebentar. Bahagia itu, ternyata sederhana sekali. Aku pun tersenyum, entah untuk apa. 

🔍 Analisis Singkat

  • Momen kecil: Minum teh saat hujan.

  • Detail: Meja kayu, suara hujan, desis ceret.

  • Perasaan: Tenang, bahagia, nyaman.

  • Ingatan: tentang apa yang terjadi semalam

💭 Variasi Lain dari Pertanyaan Ini

Kalau kamu ingin mengeksplorasi lebih jauh, ubah sedikit sudut pandangnya:

  • Apa hal kecil yang membuat kamu tersenyum hari ini?

  • Kapan terakhir kali kamu merasa tenang tanpa alasan besar?

  • Apa hadiah kecil yang pernah kamu dapatkan, tapi sangat berarti?

  • Siapa yang memberikan hadiah itu?


Bertanya pada Diri Sendiri, Jadi Ampuh untuk Menemukan Ide?

Tentu! Metode "Tanya pada Diri Sendiri" sebagai cara menemukan ide menulis yang cukup ampuh. Asal kita jujur bertanya dan menggali dengan memberikan jawaban apa adanya, maka bukan tidak mungkin bisa menjadi pintu pembuka jalan untuk memulai sebuah tulisan.

Bertanya pada diri sendiri adalah cara yang paling sederhana namun mendalam untuk menggali ide. Setiap orang menyimpan ribuan kenangan, pengalaman, emosi, dan pemikiran dalam dirinya. Dengan sedikit kejujuran dan refleksi, semua itu bisa diubah menjadi bahan tulisan yang kuat dan menyentuh.

Metode ini cocok untuk kamu yang:

  • Sering bingung harus mulai dari mana.

  • Ingin menulis sesuatu yang jujur dan bermakna.

  • Ingin membangun kebiasaan menulis harian.

🧠 Contoh Pertanyaan dan Aplikasinya dalam Tulisan

❓ Pertanyaan 1:

Apa hal kecil yang pernah membuatmu sangat bahagia?

📝 Contoh tulisan pendek:

Aku masih ingat aroma telur dadar yang dibuat Ibu setiap pagi sebelum sekolah. Bukan karena rasanya yang luar biasa, tapi karena itu satu-satunya waktu kami bisa duduk bersama, meski hanya lima menit. Di tengah pagi yang tergesa, sepotong telur hangat bisa membuatku merasa diperhatikan dan dicintai.

🎯 Catatan: Dari pertanyaan sederhana, muncul tema besar: kasih sayang yang hadir dalam hal kecil.

❓ Pertanyaan 2:

Pernahkah kamu merasa sangat gagal? Apa yang kamu pelajari?

📝 Contoh tulisan pendek:

Saat gagal masuk universitas impian, aku merasa seluruh rencana hidup runtuh. Tapi kegagalan itu justru membawaku ke jurusan lain yang membuatku menemukan dunia baru: menulis. Aku mungkin gagal di rencana A, tapi ternyata sukses di rencana yang dulu bahkan tidak pernah kupikirkan.

🎯 Catatan: Tulisan ini bisa dikembangkan jadi esai motivasi atau refleksi personal.

❓ Pertanyaan 3:

Apa tempat favoritmu untuk "melarikan diri" saat hidup terasa berat?

📝 Contoh tulisan pendek:

Di pojok kecil kamar kosku, ada jendela kecil yang menghadap ke langit sore. Setiap kali hati terasa berat, aku duduk di sana, diam, menatap awan yang berlalu. Tempat itu tidak mewah, tapi cukup untuk membuatku merasa dunia masih luas, dan bebanku suatu saat akan berlalu juga.

🎯 Catatan: Pertanyaan ini menghasilkan suasana dan suasana batin yang kuat.

❓ Pertanyaan 4:

Kalau bisa bicara pada dirimu yang lebih muda, apa yang ingin kamu katakan?

📝 Contoh tulisan pendek:

Hei, kamu yang dulu takut bicara di depan kelas—tenang saja. Suatu hari nanti kamu akan bicara di depan ratusan orang, dan mereka akan mendengarkan. Luka-luka kecil yang kamu alami sekarang, ternyata adalah latihan untuk keberanian yang kamu perlukan nanti.

🎯 Catatan: Pertanyaan ini membentuk tulisan dengan nada reflektif dan penuh harapan.


Tips Menulis dari Hasil Tanya Diri Sendiri

  1. Jangan buru-buru mengedit saat menulis jawaban awal.
    Biarkan mengalir seperti curhat ke teman.

  2. Fokus pada satu momen, satu emosi, atau satu kenangan.
    Tulisan akan terasa lebih tajam dan tidak melebar.

  3. Gunakan detail konkret.
    Misalnya: "teh hangat dalam gelas enamel biru" lebih kuat daripada "minuman hangat".

  4. Tulis dengan suara yang jujur.
    Tidak perlu terlalu puitis. Keaslian lebih menyentuh daripada keindahan yang dipaksakan.

  5. Siapkan waktu khusus dan kalau bisa jam pelaksanannya sama.

Metode “tanya pada diri sendiri” bisa jadi alat yang sangat efektif untuk memulai menulis — bahkan untuk kamu yang merasa tidak punya ide. Dalam diri setiap orang, selalu ada cerita. Yang dibutuhkan hanyalah kemauan untuk duduk, bertanya, dan mendengarkan jawaban yang muncul dari dalam.

Kalau kamu mau, aku bisa bantu jadikan kumpulan tulisan reflektif ini, bisa menjadi antologi mini pribadi. Mau lanjut ke situ? Jangan Ragu Untuk memulainya.

Rabu, 30 April 2025

Dari Imajinasi Jadi Cerita

Cobalah sekarang kita gali lebih dalam tentang berlatih menulis fiksi, dari nol sampai jadi cerita yang hidup dan berkesan bagi pembacanya.

Satu hal yang jelas, buat gue nih, menulis fiksi itu seperti jadi “Tuhan kecil” — kamu bisa menciptakan dunia, karakter, dan peristiwa sesuka hati. Tapi biar cerita nggak cuma jadi angan-angan kosong, kamu butuh struktur, rasa, dan teknik. 

Berikut panduan lengkap yang dibuat dari pengalaman menulis selama ini.

1. Mulailah dari Ide Sederhana

Kamu nggak butuh ide yang luar biasa megah. Cukup satu pertanyaan pemicu:

  • “Apa jadinya kalau seorang anak bisa dengar pikiran orang lain?”

  • “Gimana kalau cinta pertamamu muncul lagi pas kamu hampir nikah?”

Bikin premis. Ini semacam pondasi cerita. Contoh:

Seorang satpam mal yang biasa-biasa saja tiba-tiba jadi viral setelah menyelamatkan anak kecil, tapi ternyata anak itu menyimpan rahasia besar.

2. Buat Karakter yang "Hidup"

Karakter adalah jantung cerita fiksi. Tanpa tokoh yang kuat, cerita akan hambar.

  • Beri mereka tujuan. Tokoh yang cuma “ikut arus” bakal cepat dilupakan.

  • Berikan kelebihan dan kelemahan. Tokoh sempurna itu membosankan.

  • Bikin latar belakang. Masa lalu, hobi, ketakutan, sampai hal kecil kayak makanan favorit — semua bisa memperkaya karakter.

Contoh tokoh menarik:

Lila, 29 tahun, penjual kue keliling yang diam-diam menulis puisi galau di balik struk belanja pelanggannya. Ia menuliskan apa saja yang dilihatnya ketika berkeliling, terutama siapa saja yang menjadi pembeli kuenya. Ia membuat profil pembeli pada awalnya untuk sekedar mengingat siapa saja yang menjadi pembeli, dan jenis kue apa yang disukai atau sering dibelinya. Jadi ketika berhadapan dengan pembeli, ia bisa langsung menawarkan kue kesukaannya sambil menawarkan varian kue lainnya.

3. Bangun Konflik dan Alur Cerita

Konflik = masalah. Cerita tanpa konflik kayak makanan tanpa rasa.

Struktur sederhana:

  • Awal (orientasi): Perkenalkan tokoh dan situasi awal.

  • Tengah (konflik): Masukkan masalah utama yang membuat tokoh harus bertindak.

  • Akhir (resolusi): Bagaimana tokoh menyelesaikan masalah (atau tidak).

Contoh alur mini:

Lila ketahuan mencuri bunga di taman kota — bukan untuk dijual, tapi untuk ditaruh diam-diam di makam ibunya. Masalah muncul saat penjaga taman mulai mencurigainya.

4. Tunjukkan, Jangan Cuma Ceritakan (Show, Don't Tell)

Alih-alih bilang “dia sedih”, tunjukkan lewat tindakan:

  • Rina sedih ditinggal pacarnya.

  • Rina duduk diam di halte, meremas kertas tisu yang tadi dipakai buat nulis nama mantannya. Setelah itu, tisu dipilin jadi kecil, kemudian dilemparkannya ke tong sampai sambil berbisik good bye.

Emosi akan terasa lebih nyata kalau pembaca bisa “merasakan” lewat adegan.

5. Buat Dialog yang Mengalir

Dialog harus terdengar alami dan mencerminkan kepribadian tokohnya.

Tips:

  • Jangan terlalu panjang.

  • Hindari dialog yang terlalu formal (kecuali karakternya memang begitu).

  • Sisipkan gestur atau ekspresi untuk memperkaya percakapan.

Contoh:

“Kamu belum tidur juga?” tanya Damar.
“Lagi mikir,” jawab Tara sambil memeluk lututnya. “Tentang kamu.”

6. Bangun Latar yang Kuat

Latar tempat dan waktu penting buat bikin cerita terasa nyata. Bahkan latar bisa jadi ‘tokoh’ tersendiri.

Coba tambahkan detail kecil:

“Warungnya sempit, dindingnya kuning kusam, dan aroma kopi tubruk bercampur gorengan menyambut siapa pun yang masuk.”

bagian-bagian detail ini, akan sangat bermanfaat bagi kita saat menulis, dan akan membuat pembaca semakin tertarik. 

7. Beri Sentuhan Akhir yang Berkesan

Akhir cerita bisa:

  • Membahagiakan (happy ending)

  • Menyedihkan (tragis)

  • Mengejutkan (twist)

  • Menggantung (open ending)

Pilih sesuai rasa dan pesan yang mau kamu sampaikan.

✍️ BONUS: Latihan Nulis Fiksi Buat Pemula

Coba tantangan ini:

Tulislah cerita pendek (maks 300 kata) tentang: “Seseorang menemukan benda lama yang membuatnya mengingat sesuatu penting dari masa kecil.”

Menulis fiksi itu latihan empati. Kamu belajar melihat dunia dari sudut pandang tokoh-tokoh ciptaanmu. Yang penting bukan seberapa rumit idemu, tapi seberapa jujur dan menyentuh caramu menyampaikan cerita. 

Tulis aja dulu. Nggak harus sempurna, yang penting kamu mulai. 

Selamat menulis!

Senin, 28 April 2025

Daftar Tema Harian: 30 Hari Bertanya pada Diri Sendiri

Untuk memudahkan bagi kamu yang sedang belajar menulis, aku akan buatkan pertanyaan selama sebulan penuh. Semoga, daftar yang kubuat ini bisa membimbing kamu agar mudah belajar menulis. Jangan pernah lelah untuk berlatih setiap hari. Lakukan ini selama 30 tahu, kamu akan kaget sendiri dengan kemampuanmu yang meningkat.

Berikut ini aku buatkan Daftar Tema Harian 30 Hari untuk jurnal bertanya pada diri sendiri. Ini bisa membantu kamu tetap konsisten menulis setiap hari, dan menemukan ide yang menarik:

📓 Daftar Tema Harian: 30 Hari Bertanya pada Diri Sendiri

Hari 1:
Apa kenangan masa kecil yang paling kamu rindukan?

Hari 2:
Siapa orang yang paling menginspirasimu, dan mengapa?

Hari 3:
Apa momen yang membuatmu merasa sangat bahagia?

Hari 4:
Kapan terakhir kali kamu merasa benar-benar takut?

Hari 5:
Apa hal sederhana yang kamu lakukan setiap hari yang membuatmu merasa tenang?

Hari 6:
Apa ketakutan terbesar yang pernah kamu hadapi, dan bagaimana kamu menghadapinya?

Hari 7:
Tempat mana yang paling ingin kamu kunjungi kembali? Kenapa?

Hari 8:
Apa keputusan terbesar yang pernah kamu buat, dan apa dampaknya?

Hari 9:
Kapan kamu merasa sangat bangga pada dirimu sendiri?

Hari 10:
Apa perasaan yang kamu rasakan saat pertama kali meninggalkan rumah untuk pergi ke tempat baru?

Hari 11:
Siapa sahabat terbaikmu, dan kenapa kamu merasa begitu dekat dengannya?

Hari 12:
Apa yang paling kamu nikmati dalam rutinitas harianmu?

Hari 13:
Jika kamu bisa memberikan nasihat pada diri sendiri di masa lalu, apa yang akan kamu katakan?

Hari 14:
Apa kejadian tak terduga yang mengubah hidupmu?

Hari 15:
Siapa yang paling kamu percayai, dan apa yang membuatmu percaya padanya?

Hari 16:
Pernahkah kamu merasa sangat kecewa? Bagaimana kamu menghadapinya?

Hari 17:
Apa yang membuatmu merasa hidup penuh dengan warna?

Hari 18:
Bagaimana kamu mendefinisikan "rumah"? Apa maknanya bagimu?

Hari 19:
Apa kegiatan atau hobi yang dulu sangat kamu nikmati, namun sekarang terlupakan?

Hari 20:
Jika kamu harus menghabiskan satu hari di tempat tertentu, di mana itu dan kenapa?

Hari 21:
Apa cita-cita masa kecil yang paling kamu ingat? Apakah itu berubah seiring waktu?

Hari 22:
Pernahkah kamu merasa seperti "di rumah" di tempat yang asing? Ceritakan pengalamannya.

Hari 23:
Apa yang paling kamu syukuri dalam hidupmu saat ini?

Hari 24:
Jika kamu bisa mengubah satu hal kecil dalam hidupmu, apa yang akan kamu ubah?

Hari 25:
Apa yang kamu rasa paling bangga dalam perjalanan hidupmu hingga saat ini?

Hari 26:
Siapa yang pernah memberi pengaruh besar dalam hidupmu, dan apa yang kamu pelajari darinya?

Hari 27:
Bagaimana cara kamu menghadapi hari-hari yang penuh tantangan?

Hari 28:
Apa momen kecil yang bisa membuatmu tersenyum di tengah kesibukan?

Hari 29:
Jika kamu bisa kembali ke masa lalu untuk satu hari, kapan dan di mana kamu ingin berada?

Hari 30:
Apa harapanmu untuk masa depan, dan bagaimana kamu berencana untuk mencapainya?

Setiap hari, pilih satu tema dan jawab dengan jujur. Jangan takut untuk mengeksplorasi perasaan dan pengalaman yang mendalam. Dengan konsisten menulis, kamu akan menemukan banyak ide menulis yang berharga dan mungkin juga cerita-cerita yang menantikan untuk ditulis.

Ingat, jangan pernah lelah untuk berlatih menulis setiap hari!

Minggu, 27 April 2025

Jurnal Harian: Bertanya pada Diri Sendiri

Oke ikuti ya langkah yang aku ajarkan dalam blog ini. Sebarkan juga agar semua orang bisa belajar menulis, semoga bisa menambah kemampuan literasi menulis seluruh anak negeri. Aku buatkan contoh isian lengkap jurnal reflektif ini ya, supaya kamu yang sedang belajar menulis, bisa langsung lihat bagaimana aplikasinya!

📓 Jurnal Harian: Bertanya pada Diri Sendiri

Tanggal: 27 April 2025

Judul Cerita (opsional): Hari di Bawah Pohon Mangga


1. Pertanyaan Reflektif Hari Ini

❓ Apa kenangan masa kecil yang paling kamu rindukan?


2. Jawaban Bebas

🖋️
Aku ingat saat kecil sering bermain di bawah pohon mangga di halaman rumah nenek. Pohonnya besar sekali, daunnya lebat, dan buah mangganya manis. Aku dan sepupuku sering membuat "rumah-rumahan" dari daun dan ranting. Saat hujan turun, kami tetap bertahan di bawah pohon, merasa seolah-olah dunia kami sendiri tetap aman. Kadang nenek membawa teh hangat dalam termos, dan kami tertawa sambil minum dari gelas kecil enamel biru.


3. Rangkai Menjadi Cerita Pendek (5-7 kalimat)

📖
Di bawah pohon mangga tua itu, masa kecilku terasa abadi. Ranting dan daun menjadi istana rahasia kami, tempat segala imajinasi tumbuh tanpa batas. Bahkan saat hujan, kami bertahan di sana, tertawa saat rintik membasahi rambut. Nenek, dengan langkah pelannya, selalu membawa teh hangat dalam termos biru tua — hadiah kecil yang membuat kami merasa sangat dicintai. Kini, setiap aroma hujan dan teh hangat seolah membangkitkan kembali dunia kecil itu dalam ingatan.


4. Catatan Tambahan

📝
Rasanya menulis ini membuatku rindu kampung halaman. Aku sadar, kenangan kecil sering kali lebih berarti dari semua pencapaian besar yang sekarang kukejar. Mungkin aku bisa membuat cerpen lebih panjang dari momen ini.


📚 Tips tambahan setelah mengisi:

  • Kalau satu paragraf terasa kuat emosinya, lanjutkan jadi cerpen.

  • Gunakan "setting" (pohon mangga, hujan, termos) sebagai alat menghidupkan suasana.

  • Simpan semua jurnal harian ini, karena suatu saat bisa menjadi bahan antologi atau novel.


Sabtu, 26 April 2025

Mencari Ide dengan "Tanya Pada Diri Sendiri"

Harta karun yang dengan mudah kita gali adalah pengalaman diri sendiri. Inilah yang akan membedakan kekayaan pengalaman kita dengan orang lain. Tidak akan ada pengalaman yang sama dari setiap orang. Kadang, sumber ide paling kuat justru ada di dalam diri kita sendiri. Dengan bertanya kepada diri sendiri, kita menggali pengalaman, perasaan, dan kenangan yang bisa menjadi bahan tulisan yang penuh makna dan kejujuran.

Mengapa Bertanya pada Diri Sendiri Penting?

  • Membuat tulisan terasa lebih personal dan otentik.

  • Membantu menemukan tema-tema universal (seperti cinta, kehilangan, keberanian) yang dekat dengan banyak orang.

  • Memudahkan kita untuk menulis lebih jujur dan emosional, yang sering kali lebih mengena di hati pembaca.

Bagaimana Cara Bertanya pada Diri Sendiri?

Memang terkadang tidak mudah untuk membuat pertaanya reflektif, bertanya pada diri sendiri. Langkah terbaik memang kita perlu menggunakan pertanyaan-pertanyaan reflektif seperti:

  • "Apa pengalaman yang paling membekas dalam hidupku?"

  • "Kapan terakhir kali aku merasa benar-benar bahagia? Atau sangat sedih?"

  • "Apa ketakutan terbesar yang pernah kualami?"

  • "Siapa orang yang diam-diam menginspirasiku?"

  • "Momen kecil apa yang diam-diam mengubah cara pandangku?"

Saat menjawab, jangan langsung mengedit atau menilai. Biarkan jawabannya mengalir bebas.

Contoh Praktik:

Mari kita ambil satu pertanyaan:
"Kapan terakhir kali aku merasa sangat bahagia?"

Jawaban reflektif:

"Saat piknik kecil bersama keluarga di tepi sungai. Tanpa ponsel, tanpa internet, hanya kami, makanan sederhana, dan tawa yang mengalir sepanjang sore."

Contoh tulisan pendek dari jawaban itu:

"Di bawah rindangnya pohon bambu, suara tawa kami menyatu dengan gemericik air sungai. Ayah membakar jagung, Ibu menyiapkan teh hangat dalam termos tua. Tidak ada pesan masuk, tidak ada notifikasi berbunyi. Hanya percakapan sederhana tentang masa kecil, tentang harapan kecil, dan tentang kebahagiaan yang ternyata sesederhana duduk bersama di atas tikar lusuh."

Tips Praktis Saat Menulis dari Hasil Bertanya ke Diri Sendiri:

Tulis dengan Emosi
Biarkan perasaanmu muncul dalam tulisan. Tak perlu takut terlihat "terlalu sensitif" — justru itu yang membuat tulisanmu hidup.

Fokus pada Detail Kecil
Detail seperti "termos tua", "suara sungai", atau "tikar lusuh" membuat cerita terasa nyata dan membumi.

Jujur Saja
Tulis apa adanya, tanpa berpikir "apakah ini cukup keren". Kadang kejujuran paling polos malah lebih menyentuh.

Gunakan Sudut Pandang Pribadi
Tulisan berbentuk seperti cerita langsung, misalnya: "Aku merasa...", "Saat itu aku berpikir...", akan lebih kuat dibanding deskripsi netral.

Coba lakukan ini, jawab jujur dengan pengalaman kita selama ini. Ini daftar 10 Pertanyaan untuk Memulai Latihan

  1. Apa kenangan masa kecil yang paling kamu rindukan?

  2. Siapa teman yang paling berpengaruh dalam hidupmu, dan mengapa?

  3. Momen apa yang membuatmu merasa sangat bangga pada dirimu sendiri?

  4. Apa keputusan kecil yang ternyata berdampak besar dalam hidupmu?

  5. Kapan kamu pernah merasa gagal total, dan apa yang kamu pelajari?

  6. Tempat mana yang paling kamu ingin kunjungi kembali? Kenapa?

  7. Apa hal tersederhana yang pernah membuatmu menangis bahagia?

  8. Kalau bisa berbicara dengan dirimu di masa lalu, nasihat apa yang akan kamu berikan?

  9. Siapa guru yang paling kamu ingat, dan pelajaran apa yang dia tinggalkan?

  10. Apa arti "rumah" bagimu, selain sekadar bangunan?

Jadi, langkah untuk bertanya pada diri sendiri adalah proses sederhana tapi sangat kuat untuk menemukan ide menulis yang berharga. Ini merupakan langkah reflektif yang bisa kita lakukan dengan mudah. Apalagi, setiap pengalaman, emosi, dan kenanganmu adalah harta karun yang menunggu untuk dituangkan dalam tulisan.

Dan ingat, semua orang punya cerita menarik di dalam dirinya — termasuk kamu.

Jumat, 25 April 2025

Bagaimana Mencari Ide Ketika Menulis

Salah satu tantangan terbesar dalam menulis adalah menemukan ide. Banyak orang merasa stuck di depan layar kosong atau halaman putih, bingung mau mulai dari mana. Padahal, ide itu sebenarnya ada di sekitar kita — tinggal bagaimana kita peka dan mau menangkapnya.

Berikut beberapa cara sederhana untuk mencari ide menulis:

1. Amati Sekitar Anda

Inspirasi sering kali datang dari hal-hal sederhana. Cobalah lebih peka terhadap:

  • Obrolan ringan di kafe

  • Peristiwa sehari-hari di rumah atau jalanan

  • Hal-hal kecil yang mungkin biasanya Anda abaikan

Kadang, satu adegan kecil — seperti seorang anak kecil yang berusaha mengejar balon — bisa menjadi inspirasi untuk cerita, puisi, atau artikel reflektif. Artinya, kita mau membaca apa yang ada di sekitar. Jadi, jangan lelah untuk mengamati untuk mendapat inspirasi dari situasi lingkungan, maupun dunia.

Terkadang, apa yang menarik buat kita, mungkin saja tidak menarik bagi orang lain. Namun yakinlah, tidak semua orang berpikiran begitu. Maksudnya, tidak sedikit juga orang yang punya ketertarikan yang sama dengan kita. Hanya soal waktu saja.

2. Tanya Diri Sendiri

Ajukan pertanyaan sederhana pada diri Anda:

  • "Apa yang sedang aku pikirkan akhir-akhir ini?"

  • "Apa yang membuatku bahagia, sedih, marah, atau bingung?"

  • "Pengalaman apa yang belum pernah kuceritakan kepada siapa pun?"

Pertanyaan-pertanyaan ini bisa membuka pintu menuju ide-ide yang lebih personal dan autentik. Dalam dunia jurnalistik dikenal panduang 5W+1H, ini bisa jadi pegangan juga.

3. Membaca dan Menonton

Baca buku, artikel, blog, atau tonton film dan dokumenter.
Seringkali, setelah membaca atau menonton sesuatu, akan muncul ide-ide baru:

  • Anda bisa menulis ulasan

  • Anda bisa menulis pendapat berbeda

  • Atau, mengembangkan cerita baru yang terinspirasi dari apa yang Anda lihat

Yang penting, jangan hanya menjadi penonton — jadilah pengamat aktif. Banyak membaca, juga menjadi kunci penting dari upaya menulis.

4. Gunakan Prompt Menulis

Kalau benar-benar buntu, gunakan bantuan prompt atau pancingan ide.
Misalnya:

  • "Tulis tentang pertemuan yang mengubah hidupmu."

  • "Bayangkan dunia di mana waktu berjalan mundur."

  • "Ceritakan kisah dari sudut pandang seekor kucing."

Prompt seperti ini memaksa otak untuk berpikir kreatif dan keluar dari kebiasaan. Ya ya ya, hari ini kita mungkin bisa dengan mudah mencari pancingan ide dari AI. Namun ingat, sang creator sesungguhnya diri kita sendiri.

5. Catat Semua yang Terlintas

Jangan menunggu ide itu “sempurna” baru menulis.
Mulailah dengan mencatat setiap kilasan pikiran sekecil apa pun.
Gunakan:

  • Buku catatan kecil

  • Aplikasi catatan di ponsel

  • Atau bahkan kertas seadanya

Ide yang sederhana hari ini, bisa berkembang menjadi karya luar biasa besok.

6. Lakukan Freewriting

Freewriting adalah teknik menulis bebas tanpa aturan selama beberapa menit.
Set timer 5-10 menit, lalu tulis apa pun yang ada di kepala Anda tanpa berhenti.
Jangan pedulikan ejaan, struktur, atau bahkan apakah itu masuk akal atau tidak.
Dari situ, sering kali muncul benih ide yang bisa dikembangkan lebih lanjut.

Mencari ide menulis sebenarnya bukan soal "menciptakan" sesuatu yang baru, tapi soal "menemukan" sesuatu yang sudah ada — dalam pikiran kita, di sekitar kita, dan di pengalaman kita.
Yang terpenting, latih terus kepekaan dan jangan takut untuk memulai.

Kadang ide terbaik datang saat kita berhenti mencarinya dengan keras, dan mulai menikmatinya dengan santai. 


Kamis, 24 April 2025

Jurnal Harian: Berburu Ide Lewat Pengamatan

Sebetulnya, bentuk dan format untuk jurnal harian ini tidak baku. Ini hanya salah satu saja yang bisa dilakukan. Lakukan ini setiap hari selama paling tidak satu bulan, maka kamu akan kaget sendiri dengan kemajuan yang didapat. Jadi konsistensi, berlatih tiap hari, insya Allah menulis jadi mudah bagimu.

Berikut caranya, tulis dan isikan apa yang diminta:

·        Tanggal:

·        Lokasi Pengamatan:

·        Detail-Detail Kecil yang Diamati:

- Detail 1:

- Detail 2:

- Detail 3:

- Detail 4:

- Detail 5:

·        Tulisan Pendek (5-7 kalimat):




Tips: Fokus pada emosi, suasana, dan gerakann

Rabu, 23 April 2025

Latihan Harian: Berburu Ide Lewat Pengamatan

Menulis itu seperti belajar naik sepeda. Semakin sering berlatih, maka kita akan semakin jago. Lakukan sesering mungkin, kapan saja waktunya. Memang sih, kalau bisa meluangkan waktu untuk menulis setiap hari. Jadi bukan mencari waktu luang ya.

Seru banget! Ini aku buatkan Latihan Harian: Berburu Ide Lewat Pengamatan, yang ringan tapi powerful banget untuk mengasah kepekaanmu:

Setiap hari, luangkan waktu minimal 10-15 menit untuk melakukan misi kecil ini:

📍 Daftar Tempat Berburu Ide

  • Taman kota — Perhatikan orang berolahraga, anak-anak bermain, lansia duduk santai.

  • Kafe atau warung kopi — Dengarkan potongan obrolan, lihat ekspresi pengunjung.

  • Pasar tradisional — Amati interaksi pedagang dan pembeli, hiruk-pikuk suasana.

  • Terminal atau stasiun — Tangkap cerita dari orang-orang yang datang dan pergi.

  • Perpustakaan atau toko buku — Lihat orang memilih buku, ekspresi saat membaca.

  • Warung kecil dekat rumah — Temukan karakter unik di antara pelanggan tetapnya.

  • Trotoar jalan ramai — Perhatikan lalu lintas manusia: gaya berjalan, cara berpakaian.

  • Supermarket — Lihat bagaimana orang memilih barang; ada cerita di balik keranjang belanja mereka.

  • Kelas kursus atau workshop — Rasakan semangat atau kecanggungan para peserta.


🎯 Tugas Harian

  1. Pilih 1 lokasi dari daftar di atas.

  2. Amati satu sosok, satu interaksi, atau satu momen kecil.

  3. Catat 3-5 detail kecil yang kamu lihat (gerakan, ekspresi, benda yang digunakan, suara latar, warna pakaian yang dikenakan, gaya bicara, potongan rambut, gestur tubuh yang berulang, dan perhatian dia pada sesuatu).

  4. Tulis 1 paragraf pendek (5-7 kalimat) berdasarkan pengamatan itu.
    Tidak perlu sempurna. Yang penting: Tulis saja! apa yang didapat dari pengamatan.


📓 Contoh Catatan Harian

Lokasi: Warung kopi kecil
Pengamatan: Seorang bapak tua, usia diatas 60 tahun, kerut wajah dan rambut yang sudah memutih, duduk sendirian, tampak melamun sambil mengaduk kopi perlahan dan lama sekali.
Tulisan:

"Tangan Pak Darto bergetar halus saat mengaduk kopinya, seolah menunda waktu. Sesekali ia melirik pintu warung, seperti menunggu seseorang yang belum tentu datang. Aroma kopi dan bunyi kipas angin tua membungkus pagi yang sendu."


Tips ekstra:

  • Gunakan panca inderamu saat mengamati: lihat, dengar, cium, rasakan, dan bayangkan, serta mainkan imaginasimu.

  • Jangan takut salah atau jelek. Setiap tulisan pendek ini adalah bahan mentah yang suatu hari bisa kamu kembangkan jadi cerpen, artikel, atau novel.

Selasa, 22 April 2025

Enam Langkah Praktis Memulai Menulis

Langkah 1: Tentukan Target Pembaca

  • Siapa yang akan membaca tulisan ini? (anak-anak, remaja, orang dewasa, profesional, umum)

  • Sesuaikan gaya bahasa dengan karakter pembaca.

Langkah 2: Pilih Topik yang Dikuasai

  • Apa yang sedang kamu pikirkan atau kuasai sekarang?

  • Pilih satu ide utama (misalnya: pengalaman pribadi, hobi, opini tentang isu terkini).

Langkah 3: Tulis Bebas Tanpa Beban

  • Tulis kalimat pertama yang muncul tanpa banyak berpikir.

  • Biarkan ide mengalir, tanpa pedulikan struktur, ejaan, atau tanda baca.

  • Fokus mengeluarkan semua isi kepala hingga terasa "kosong".

✏️ Tips: Kalau buntu, tanya ke diri sendiri:

"Apa yang ingin aku ceritakan ke teman dekat tentang topik ini?"

Langkah 4: Jeda Sejenak

  • Setelah semua ide ditulis, berhenti sebentar.

  • Ambil waktu 10–15 menit.

  • Minum air, kopi, teh, atau makan camilan ringan.

Langkah 5: Baca Ulang dan Edit

  • Baca hasil tulisan dengan mata segar.

  • Perbaiki ejaan, tanda baca, dan susunan kalimat.

  • Tambahkan detail kecil untuk memperkaya isi tulisan.

  • Rapikan agar alurnya lebih mengalir.

Langkah 6: Finalisasi

  • Baca sekali lagi dari awal sampai akhir.

  • Pastikan tulisan nyaman dibaca dan pesan tersampaikan jelas.

  • Jika perlu, minta orang lain membacanya dan beri masukan.

Ringkasan Super Singkat:

1. Tentukan pembaca ➔ 2. Pilih topik ➔ 3. Tulis bebas ➔ 4. Istirahat ➔ 5. Edit ➔ 6. Selesaikan.

Senin, 21 April 2025

Checklist Memulai Menulis

1. Tentukan Target Pembaca

  • Sudah tahu siapa yang akan membaca tulisan ini?

  • Sudah menyesuaikan gaya bahasa dengan pembaca?

2. Pilih Topik yang Dikuasai

  • Sudah memilih topik yang paling dikuasai atau disukai?

  • Sudah menetapkan satu ide utama?

3. Tulis Bebas Tanpa Beban

  • Sudah mulai menulis tanpa mengedit di tengah jalan?

  • Sudah menuangkan semua ide tanpa memikirkan ejaan dan struktur?

4. Istirahat Sejenak

  • Sudah berhenti menulis setelah semua ide keluar?

  • Sudah istirahat 10–15 menit (minum, makan camilan, atau sekadar jalan kecil)?

5. Baca Ulang dan Edit

  • Sudah membaca ulang tulisan dengan pikiran segar?

  • Sudah memperbaiki ejaan, tanda baca, dan melengkapi kalimat?

  • Sudah memperbaiki alur agar lebih mengalir?

6. Finalisasi Tulisan

  • Sudah membaca ulang sekali lagi dari awal sampai akhir?

  • Sudah memastikan pesan utama tersampaikan dengan jelas?

  • Jika perlu, sudah meminta masukan dari orang lain?

Minggu, 20 April 2025

Tips Menulis yang Menarik: Mulai dari Hal Sederhana

Memulai sebuah tulisan sering kali menjadi tantangan terbesar, apalagi bagi pemula. Rasanya seperti berdiri di tepi kolam besar, bingung bagaimana cara melompat ke dalamnya. Tapi jangan khawatir, semua penulis hebat pun pernah mengalami hal yang sama. Kuncinya adalah: mulai saja.

1. Kenali Siapa Pembaca Anda

Sebelum menulis, tanyakan pada diri sendiri: "Untuk siapa tulisan ini dibuat?"
Mengetahui siapa pembaca Anda akan membantu menyesuaikan pilihan kata (diksi), gaya bahasa, bahkan panjang tulisan. Tulisan untuk anak-anak tentu berbeda dengan tulisan untuk profesional, bukan?

Dengan menyesuaikan gaya bahasa dengan target pembaca, pesan yang ingin Anda sampaikan akan lebih mudah dipahami, bahkan lebih mengena di hati mereka.

2. Menulis Bisa Dimulai dari Mana Saja

Tidak ada aturan baku yang mengatakan harus mulai dari pembukaan yang sempurna. Apa pun yang terlintas di pikiran, tuliskan saja.
Terkadang, kalimat yang sederhana justru bisa menjadi fondasi bagi sebuah tulisan yang kuat.

Namun, meskipun bebas berekspresi, jangan lupakan norma umum dalam masyarakat, apalagi jika tulisan Anda akan dipublikasikan di media sosial atau situs web.
Pahami aturan dasar seperti menghindari ujaran kebencian, menjaga etika, dan menghormati privasi.

3. Mengatasi Rasa "Buntu" di Awal

Banyak pemula merasa buntu sebelum mulai. Ini normal.
Solusinya sederhana: mulailah dari hal yang Anda paling tahu dan kuasai.

  • Pilih satu topik yang dekat dengan keseharian Anda.

  • Tulis kalimat pertama yang muncul di kepala, tanpa terlalu banyak berpikir.

  • Lanjutkan menulis tanpa mempedulikan struktur, ejaan, atau tanda baca.

  • Biarkan ide mengalir bebas. Biarkan tulisan Anda hidup dulu — memperbaikinya bisa nanti.

4. Teknik "Tulis Sampai Habis"

Setelah ide mengalir, tulis terus sampai Anda merasa kehabisan bahan.
Tidak perlu berhenti hanya untuk memperbaiki kata-kata. Fokus saja menuangkan semua isi kepala ke dalam bentuk tulisan.

Baru setelah merasa "kosong" atau selesai, berhentilah sejenak.
Ambil jeda sekitar 10–15 menit.
Minum air, kopi, atau makan camilan kecil untuk menyegarkan pikiran.

Lalu, baca kembali tulisan Anda dengan mata yang lebih segar:

  • Perbaiki ejaan dan tanda baca.

  • Lengkapi kalimat atau paragraf yang terasa kurang kuat.

  • Rapikan alur agar lebih nyaman dibaca.

5. Ulangi dan Sempurnakan

Menulis adalah proses berulang.
Jangan takut untuk membaca ulang dan memperbaiki tulisan Anda beberapa kali.
Setiap kali mengedit, tulisan Anda akan semakin matang dan enak dibaca.

Ingat: Menulis itu seperti berolahraga. Semakin sering dilakukan, semakin terasah pula kemampuan Anda. Yang terpenting, jangan takut untuk mulai.

Jumat, 03 November 2023

Bagaimana Memulai Sebuah Tulisan

Untuk memulai sebuah tulisan, kita harus tahu dulu, siapa yang akan menjadi pembaca tulisan itu. Ini untuk menyesuaikan dengan gaya bahasa diksi pembaca. Hal ini akan memudahkan pembaca memahami apa yang akan kita sampaikan melalui tulisan.

Secara umum, memulai menulis tentulah bisa dimulai dari mana saja. Apa saja bisa kita tuliskan sesuai dengan keinginan. Namun, meskipun kita bisa menuliskan apa saja, tetap saja harus memperhatikan kaidah umum yang berlaku di masyarakat. Kalau tulisan itu akan di sebar melalui media sosial ataupun situs, maka tentu saja kita harus memperhatikan sejumlah aturan yang boleh dan tidak boleh dilanggar.

Namun, sebelum itu semua, bagi pemula untuk memulai menulis itu memang sering kali mengalami kesulitan di saat awal. 

Tips kecil untuk memulai menulis, mulai saja dengan hal yang paling kita ketahui dan kuasai. Mulai saja dengan kata pertama yang terlintas di kepala kemudian tuangkan dalam tulisan. Mulai tuliskan dan tuangkan semua kalimat, dan rangkaian kalimat yang terlintas, tanpa memikirkan tanda baca, dan arti tambahan yang bisa dilengkapi dalam kalimat yang kita buat. Tuliskan terus, sampai habis semua ide tulisan yang ingin kita tuangkan. Tuliskan terus sampai kita berhenti, dan tidak bisa lagi menuliskan apapun. 

Setelah itu berhentikan sebentar, bisa sampai 15 menit. Minum beberapa teguk air atau kopi yang sudah disiapkan. Makanlah camilan kecil yang ada. Setelah itu, baru mulai lagi dengan membaca apa yang sudah kita tuliskan, kemudian mencoba mengedit kesalahan ejaan, tanda baca, dan melengkapi tambahan yang bisa dibuat. Ulangi terus tahap sebelumnya, hingga tulisan selesai.

Selamat mencoba

Senin, 30 Oktober 2023

Mendapat Uang dari menulis

Salah satu kecanggihan hari ini, menulis pun bisa dijadikan modal untuk mendapatkan uang. Tidak percaya, buktikan sendiri salah satu caranya dengan mengikuti proram affiliate ini, yang dikaitkan dengan kemampuan menulis. Selain itu, penghasilan dari menulis yang klasik tentu saja bisa digunakan untuk menulis buku, lalu menerbitkannya. Sekarang, buku pun bentuknya tidak hanya di cetak, yang fisiknya bisa di pegang, tetapi berbentuk digital. Buku digital ini semakin populer hari ini, meskipun peminat printing book tetap masih ada. Buku digital ini, secara produksi tentu saja lebih murah. Semakin kemari, semakin banyak yang menyukai buku digital ini. Apalagi, kalau dari segi harga, tentu lebih murah. Buku digital ini, bisa dijual sendiri secara langsung, ataupun bisa juga dititipkan di google. Satu hal yang jelas, kemampuan menulis, merupakan sebuah keahlian yang tidak akan hilang, sekalipun teknologi AI dan penulisan bermunculan. Kreativitas, tidak akan pernah mati. Sekali lagi, pilihan yang mudah adalah bergabung dalam affiliate ini. Selamat mencoba!