Cobalah sekarang kita gali lebih dalam tentang berlatih menulis fiksi, dari nol sampai jadi cerita yang hidup dan berkesan bagi pembacanya.
Satu hal yang jelas, buat gue nih, menulis fiksi itu seperti jadi “Tuhan kecil” — kamu bisa menciptakan dunia, karakter, dan peristiwa sesuka hati. Tapi biar cerita nggak cuma jadi angan-angan kosong, kamu butuh struktur, rasa, dan teknik.
Berikut panduan lengkap yang dibuat dari pengalaman menulis selama ini.
1. Mulailah dari Ide Sederhana
Kamu nggak butuh ide yang luar biasa megah. Cukup satu pertanyaan pemicu:
-
“Apa jadinya kalau seorang anak bisa dengar pikiran orang lain?”
-
“Gimana kalau cinta pertamamu muncul lagi pas kamu hampir nikah?”
Bikin premis. Ini semacam pondasi cerita. Contoh:
Seorang satpam mal yang biasa-biasa saja tiba-tiba jadi viral setelah menyelamatkan anak kecil, tapi ternyata anak itu menyimpan rahasia besar.
2. Buat Karakter yang "Hidup"
Karakter adalah jantung cerita fiksi. Tanpa tokoh yang kuat, cerita akan hambar.
-
Beri mereka tujuan. Tokoh yang cuma “ikut arus” bakal cepat dilupakan.
-
Berikan kelebihan dan kelemahan. Tokoh sempurna itu membosankan.
-
Bikin latar belakang. Masa lalu, hobi, ketakutan, sampai hal kecil kayak makanan favorit — semua bisa memperkaya karakter.
Contoh tokoh menarik:
Lila, 29 tahun, penjual kue keliling yang diam-diam menulis puisi galau di balik struk belanja pelanggannya. Ia menuliskan apa saja yang dilihatnya ketika berkeliling, terutama siapa saja yang menjadi pembeli kuenya. Ia membuat profil pembeli pada awalnya untuk sekedar mengingat siapa saja yang menjadi pembeli, dan jenis kue apa yang disukai atau sering dibelinya. Jadi ketika berhadapan dengan pembeli, ia bisa langsung menawarkan kue kesukaannya sambil menawarkan varian kue lainnya.
3. Bangun Konflik dan Alur Cerita
Konflik = masalah. Cerita tanpa konflik kayak makanan tanpa rasa.
Struktur sederhana:
-
Awal (orientasi): Perkenalkan tokoh dan situasi awal.
-
Tengah (konflik): Masukkan masalah utama yang membuat tokoh harus bertindak.
-
Akhir (resolusi): Bagaimana tokoh menyelesaikan masalah (atau tidak).
Contoh alur mini:
Lila ketahuan mencuri bunga di taman kota — bukan untuk dijual, tapi untuk ditaruh diam-diam di makam ibunya. Masalah muncul saat penjaga taman mulai mencurigainya.
4. Tunjukkan, Jangan Cuma Ceritakan (Show, Don't Tell)
Alih-alih bilang “dia sedih”, tunjukkan lewat tindakan:
-
❌ Rina sedih ditinggal pacarnya.
-
✅ Rina duduk diam di halte, meremas kertas tisu yang tadi dipakai buat nulis nama mantannya. Setelah itu, tisu dipilin jadi kecil, kemudian dilemparkannya ke tong sampai sambil berbisik good bye.
Emosi akan terasa lebih nyata kalau pembaca bisa “merasakan” lewat adegan.
5. Buat Dialog yang Mengalir
Dialog harus terdengar alami dan mencerminkan kepribadian tokohnya.
Tips:
-
Jangan terlalu panjang.
-
Hindari dialog yang terlalu formal (kecuali karakternya memang begitu).
-
Sisipkan gestur atau ekspresi untuk memperkaya percakapan.
Contoh:
“Kamu belum tidur juga?” tanya Damar.
“Lagi mikir,” jawab Tara sambil memeluk lututnya. “Tentang kamu.”
6. Bangun Latar yang Kuat
Latar tempat dan waktu penting buat bikin cerita terasa nyata. Bahkan latar bisa jadi ‘tokoh’ tersendiri.
Coba tambahkan detail kecil:
“Warungnya sempit, dindingnya kuning kusam, dan aroma kopi tubruk bercampur gorengan menyambut siapa pun yang masuk.”
bagian-bagian detail ini, akan sangat bermanfaat bagi kita saat menulis, dan akan membuat pembaca semakin tertarik.
7. Beri Sentuhan Akhir yang Berkesan
Akhir cerita bisa:
-
Membahagiakan (happy ending)
-
Menyedihkan (tragis)
-
Mengejutkan (twist)
-
Menggantung (open ending)
Pilih sesuai rasa dan pesan yang mau kamu sampaikan.
✍️ BONUS: Latihan Nulis Fiksi Buat Pemula
Coba tantangan ini:
Tulislah cerita pendek (maks 300 kata) tentang: “Seseorang menemukan benda lama yang membuatnya mengingat sesuatu penting dari masa kecil.”
Menulis fiksi itu latihan empati. Kamu belajar melihat dunia dari sudut pandang tokoh-tokoh ciptaanmu. Yang penting bukan seberapa rumit idemu, tapi seberapa jujur dan menyentuh caramu menyampaikan cerita.
Tulis aja dulu. Nggak harus sempurna, yang penting kamu mulai.
Selamat menulis!